Kejanggalan
demi kejanggalan semakin jelas bahwa sejarah telah salah, mulai dari
bendera Amerika yang berkibar dimana di bulan tidak hampa udara,
bayangan yang tidak sinkron antara bayangan manusia dan bayangan bendera
yang berbalikan
Empat puluh tahun telah berlalu sejak dunia
dikejutkan oleh kabar keberhasilan pendaratan Apollo 11 di Bulan.
Benarkah astronot Neil Armstrong telah menjejakkan kakinya di satelit
Bumi tersebut?
Pertanyaan menggelitik itu memang terus menyertai kisah misi Apollo 11 dan pendaratannya di permukaan Bulan pada 21 Juli 1969.
Kemudian,
astronot Neil Armstrong dan Edwin ”Buzz” Aldrin berjalan di permukaan
Bulan. Cuplikan video menggambarkan Armstrong mengibarkan bendera
Amerika Serikat dan melompat-lompat. Aksi ini menegaskan keberhasilan
pendaratan manusia di Bulan.
Sejumlah pihak menyangsikan
pendaratan itu. Cuplikan video tersebut penuh dengan keganjilan. Ada
yang menganggap video itu tidak dibuat di Bulan, tetapi di sebuah tempat
khusus di sekitar Negara Bagian Arizona, AS.
Astronom Phil Plait
termasuk yang sangsi. Dia memberikan penjelasan pada sebuah program
radio ”Are We Alone” yang dikelola SETI Institute. Ini adalah lembaga
nirlaba di California, AS, yang fokus pada penjelasan keberadaan makhluk
pintar lain di jagat raya.
Plait mengatakan, ada pihak yang
skeptis dengan mempertanyakan foto-foto Armstrong dan Aldrin yang
memperlihatkan langit tanpa bintang. ”Tidak ada atmosfer di Bulan
sehingga bintang-bintang seharusnya terlihat lebih terang.”
Pihak yang skeptis juga mempersoalkan bendera AS dalam cuplikan video yang tampak berkibar, padahal di Bulan tidak ada udara.
Mereka
juga mengajukan teori bahwa para astronot mungkin sudah terpanggang
radiasi ketika menembus sabuk Van Allen dalam perjalanan ke Bulan.
Kepercayaan melemah
Sebenarnya
kepercayaan soal pendaratan di Bulan itu sudah semakin lemah dalam
beberapa tahun terakhir. Isu ini mencuat kembali ketika TV Fox pada 2001
menyiarkan sebuah program yang diberi judul ”Conspiracy Theory: Did We
Land on the Moon?”
Acara TV Fox itu, kata Dr Tony Philips, pada
situs Science@NASA, menggambarkan betapa Badan Penerbangan dan Antariksa
AS (NASA) tidak lebih dari sekadar ”produser film yang tolol”.
Semua
kesangsian itu telah sering dijawab langsung Armstrong, komandan misi
Apollo 11. Tokoh kelahiran Wapakoneta, Ohio, 5 Agustus 1930, itu bersama
astronot Buzz Aldrin mengaku telah menikmati permukaan Bulan selama 2,5
jam.
Di Bulan, mereka berdua menancapkan bendera AS dan sebuah
spanduk bertuliskan ”Di sini manusia dari planet Bumi menginjakkan
kakinya pertama kali. Kami datang dengan damai untuk seluruh umat
manusia”.
Mengapa awalnya banyak yang percaya? Bagi AS,
pendaratan di Bulan adalah sebuah pencapaian besar yang membuat AS
seolah-olah unggul dari pesaing utama ketika itu, Uni Soviet, dalam
program luar angkasa.
Bagi salah satu pesaing AS saat ini, Rusia,
teori konspirasi mengenai kebohongan pendaratan di Bulan tahun 1969 itu
menjadi semakin populer. Rusia membuat sejumlah situs bahkan film-film
dokumenter di televisi untuk menyampaikan kebohongan besar pendaratan di
Bulan itu.
Konstelasi
Boleh jadi, hal itu pula yang membuat mantan Presiden AS George W Bush memutuskan untuk menghapuskan
Sindiran pun semakin banyak, karena banyak bukti yang meragukan
penerbangan pesawat ulang alik pada 2010 setelah musibah pesawat ulang alik Columbia pada 2003.
Sebagai
gantinya, Bush pada 2004 meluncurkan program lebih ambisius,
Constellation (Konstelasi), yang bertujuan membawa warga AS kembali ke
Bulan pada 2020, dan menggunakan Bulan sebagai tempat peluncuran pesawat
luar angkasa berawak manusia menuju Mars.
Michael Griffin,
mantan pemimpin NASA yang mendorong program Constellation, menjelaskan,
pesawat ulang alik membuat AS bertahan terlalu lama pada penerbangan
luar angkasa di orbit rendah, padahal kini muncul pesaing baru dalam
program luar angkasa, antara lain China. ”Kita (AS) harus kembali ke
Bulan karena itu adalah langkah berikutnya. Bulan hanya beberapa hari
dari rumah. Mars hanya beberapa bulan dari Bumi,” papar Griffin.
Sayangnya,
anggaran NASA tidak cukup untuk membiayai pembuatan kapsul Orion
Constellations, kapsul yang lebih maju dan lebih besar ketimbang versi
kapsul Apollo. NASA juga kekurangan biaya untuk menyiapkan roket
peluncur Ares I dan Ares V yang diperlukan untuk mengirim kapsul itu ke
orbit.
Biaya keseluruhan Constellation itu diperkirakan 150
miliar dollar AS. Anggaran eksplorasi luar angkasa AS pada 2009 hanya 6
miliar dollar AS.
Wajar apabila Senator Bill Nelson (Florida)
menegaskan, NASA tidak akan bisa melakukan tugas yang diberikan
kepadanya, yaitu berada di Bulan pada 2020. Senator yang mantan astronot
itu bahkan mengkhawatirkan, saat program pesawat ulang alik berakhir,
AS tak akan bisa mengirimkan astronotnya ke stasiun luar angkasa ISS,
kecuali menumpang Soyuz milik Rusia.
Hal itu tentu menjadi kabar
buruk bagi NASA dan khususnya Armstrong yang tentu tidak ingin
pendaratannya di Bulan menjadi bahan olok-olokan. Meski demikian, ada
cara pembuktian lebih sederhana, yaitu menemukan kembali bendera dan
spanduk yang ditancapkan Armstrong itu dengan teleskop dari Bumi. Tentu
dengan harapan bendera itu masih tertancap di tempatnya.
Kesimpulannya,
manusia memang sepertinya belum pernah menginjakan kaki di bulan, itu
hanya akal akalan Amerika untuk menunjukan keberhasilannya pada rivalnya
Uni Sovyet semasa dulu perang dingin, karena pada saat itu juga negara
negara lain belum punya teleskop canggih seperti sekarang ini, kalau
sekarang Amerika pasti tidak berani mau rancang pendaratan lagi padahal
teknologi penerbangan dan aerospace saat ini kan jauh lebih maju, karena
akan diintip telespon oleh negara negara lainnya.
rahasia neil armstrong
15:32 |
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment